Selasa, 11 Agustus 2009

Arti istilah Sakramen

Kata sakramen dalam bahasa Indonesia berasal dari kata latin, sacramentum. Kata latin sacramentum berakar pada kata sacr, sacer yang berarti: kudus, suci, lingkungan orang kudus atau bidang yang suci. Kata latin sacrare berarti menyucikan, menguduskan, atau mengkhususkan sesuatu atau seseoarang bagi bidang yang suci atau kudus. Kata menunjuk tindakan penyucian atau hal yang menguduskan. Ada pun dalam masyarakat Romawi kuno, sacramentum digunakan menurut dua pengertian yang sangat konkret dan religius. Pertama, kata sacramentum menunjuk sumpah prajurit untuk menyatakan kesediaan diri seseorang untuk mengabdikan diri atau menguduskan diri bagi dewata atau negara. Kedua, kata sacramentum menunjuk pada uang jaminan atau denda yang ditaruh dalam suatu kuil dewa oleh pihak-pihak yang berperkara dalam pengadilan. Keputusan hakim dipandang sebagai keputusan dewa sendiri.

Istilah latin sacramentum ini digunakan oleh orang kristen pada abad II untuk menerjemahkan kata Yunani mysterion yang terdapat dalam Kitab Suci. Dalam Kitab Suci, kata mysterion ini berakar pada kata my, yang berarti menutup mulut atau mata sebagai reaksi atas pengalaman yang mengatasi nalar, suatu pengalaman yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Dengan demikian, makna dasar mysterion berhubungan dengan pengalaman akan Yang Ilahi, yakni suatu pengalaman batin yang tak terlukiskan dengan kata-kata karena berjumpa dengan Yang Ilahi.


a. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama
Dalam KSPL, dari tulisan helenis (Tob, Kebj, Ydt, Sir, 2Mak, Dan), kata mysterion lebih banyak digunakan dalam pengertian profan daripada kultis. Dalam kitab Kebijaksanaan dan Daniel, kata mysterion digunakan dalam pengertian teologis yang kaya. Pada Kebj 2:22 dikatakan: “mereka tidak tahu akan rahasia-rahasia Allah. Kitab Kebij umumnya memahami mysterion sebagai Allah sendiri yang mewahyukan diri kepada orang yang mempunyai kebijaksanaan (kebj 6:22). Pada kitab apokaliptik Daniel, kata mysterion mempunyai motif eskatologis. Kata mysterion menujuk Allah sendiri yang akan menyingkapkan rahasia pada zaman yang akan datang (Dan 2:28-30.47). Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam KSPL, kata mysterion menunjuk pada dinamik Allah yang menyingkapkan diri-Nya atau rencana penyelamatan-Nya dalam sejarah manusia.

b. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru
Dalam KSPB, di satu pihak melanjutkan gagasan dasar mysterion ini. Di lain pihak, PB memandang bahwa rencana penyelamatan Allah yang dinyatakan dalam sejarah itu kini telah terlaksana secara penuh dalam diri Yesus Kristus. Dengan demikian, pengertian mysterion, yang kita terjemahkan dengan kata sacramentum itu berarti rencana keselamatan Allah yang diwujudkan dan terlaksana dalam sejarah dan me-muncak dalam diri Yesus Kristus (Ef 1:9-10; 3:9; Kol 1:26; Rm16:25-26). Bagi Paulus, mysterion itu adalah Yesus Kristus sendiri. Dalam Kol 2:2, “.....sehingga mereka memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian, dan mengenal rahasia Allah (mysterion), yaitu Kristus.” Menurut pengertian ini, Kristuslah yang disebut mysterion itu. Maka pengertian mysterion-sacramentum dalam PB pertama-tama bersifat Kris-tologis atau menunjuk pada Kristus. Jadi, dalam Kitab Suci arti sakramen yang digunakan untuk menerjemahkan kata mysterion bukan menunjuk pengertian tujuh sakramen sebagaimana biasa kita pahami selama ini. Istilah sakramen atau mysterion lebih menunjuk pada dua ciri pokok: Pertama, mysterion menunjuk pada tegangan dinamis antara Yang Ilahi dan yang manusiawi, yang tak kelihatan dan yang kelihatan, rencana penyelamatan Allah yang tidak kelihatan (ilahi) dan penyingkapan atau pelaksanaanya dalam sejarah yang kelihatan (manusiawi). Kedua, Mysterion menunjuk pada sejarah penyelamatan Allah yang terlaksana dan memuncak dalam diri Yesus Kristus.

Jumat, 02 Januari 2009

Allah itu kasih

Rasul Yohanes dalam suratnya mengataan, "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah tetapi Allah yang telah lebih dahulu mengasihi kita dan mengutus anakNya sebagai pendamaian bagi dosa kita."

Pernyataan ini merupakan sebuah kesejatian dan inilah realitasnya! Allah mengasihi kita semua karena Ia adalah Kasih. Bukan kita yang telah mengasihi Allah tetapi Allah yang lebih dahulu mengasihi dan mencintai diri kita.

Kasih itu berasal dari Allah dan kasih itu adalah Allah sendiri. Akan tetapi banyak orang yang tidak mengalami kasih Allah, mereka menganggap Allah begitu jauh. Tetapi kerap kali kita tidak membiarkan diri kita dikasihi oleh Allah sehingga kita menganggapnya jauh